Kasus ini menceritakan tentang sebuah
“fenomena” unik yang dialami oleh Lori dan George Schappell, yaitu terlahir
sebagai saudara kembar siam. Mereka lahir pada tanggal 18 September 1961 di Reading,
Pennsylvania. Tadinya George dikenal sebagai Reba Schappell. Namun
kemudian ia menyatakan bahwa meskipun perempuan, ia diidentifikasi dengan jenis
kelamin laki-laki hingga kemudian memutuskan untuk mengganti namanya menjadi
George.
Kedua saudara kandung ini terlahir dalam
keadaan kembar siam pada daerah kepala, di mana mereka membagi materi otak. Kembar
siam itu sendiri terjadi apabila zigot dari bayi kembar identik gagal terpisah
secara sempurna. Walaupun berbagi kepala, mereka memiliki kepribadian yang
berbeda. Sebagai bentuk individualitas misalnya, Dori diketahui tidak terlalu
senang dengan nama mereka yang berirama, sehingga minta dikenal dengan nama
Reba, dan bahkan kemudian menggantinya menjadi George pada tahun 2007. Lori
memiliki fisik yang lebih sehat, sementara George memiliki spina bifida, yang telah menyebabkan retardasi pertumbuhan dan
penurunan mobilitas parah sehingga tinggi badan mereka berbeda. Karena tidak
ada bentuk kursi roda yang sesuai dengan hal ini, alternatif yang digunakan
adalah dengan kursi bar yang sampai saat ini digunakan oleh George. Secara
keseluruhan, keduanya mampu bertahan hidup, berprestasi, dan bahkan dengan
tegas menyatakan bahwa mereka baik-baik saja, bahagia, serta tidak ingin
dipisahkan. Lalu, bagaimana hal ini kemudian membentuk kepribadian keduanya ?
Ternyata jika dilihat dari aktivitas
masa hidupnya, keduanya justru memiliki tipe kepribadian yang berlawanan.
George cenderung diketahui sebagai pribadi yang ekstrovert, sementara Lori
introvert. Hal ini diketahui dari aktivitas dan prestasi George yang cukup
populer di dunia musik. Ia sukses berada di depan umum sebagai pusat perhatian.
Sementara itu, Lori bersifat lebih tenang daripada George. Ia bertindak sebagai
“fasilitator” George atau bekerja di rumah sakit, yaitu mencuci di sela-sela
kesibukan George. Namun bukan berarti Lori bersikap pasif. Lori juga
berprestasi dalam memenangkan kejuaraan bowling dan pernah beberapa kali
memiliki teman pria.
Kondisi fisik Lori dan George memang
berpeluang besar untuk menghambat perkembangan kepribadian mereka dengan baik,
apa lagi setelah sebelumnya mereka dinyatakan tidak dapat diasuh oleh orangtua
mereka. Mungkin hal inilah yang menyebabkan mereka tetap termotivasi untuk
bertahan hidup. Mereka ingin membuktikan bahwa mereka bisa hidup lebih lama
dari perkiraan dokter. Seperti yang mereka katakan, yang menjadi masalah hanya
sebatas fisik.
Karena keduanya sama-sama berkemauan
keras untuk bertahan hidup, menurut saya tidak akan ada hambatan berarti dalam
perkembangan kepribadian mereka. Selama masih ada rasa saling pengertian dan
motivasi, keduanya dapat hidup “normal”. Mungkin setiap kali berada di tempat
baru mereka memerlukan waktu untuk beradaptasi atau bahkan harus rela menjadi “pusat
perhatian” di tengah keramaian. Namun pengalaman menguatkan mereka. Hal itu
sudah terjadi selama lebih dari 5 tahun sehingga menjadi hal yang biasa bagi
keduanya. Lagi pula bertahan hidup dengan kondisi tersebut adalah pilihan
mereka, sehingga mau tidak mau memang harus dipertanggungjawabkan.
Sebagai pribadi yang ekstrovert, George
mungkin lebih cepat dalam beradaptasi dan dalam hal ini dapat meyakinkan Lori.
Sayangnya, George menderita spina bifida
yang sangat memungkinkan baginya untuk merasa minder terhadap Lori. Namun rasa
minder ini dapat “tertutupi” oleh kepribadian ekstrovertnya. Pengalaman tentang
perubahan keyakinan mengenai jenis kelamin juga sedikit banyaknya akan
mempengaruhi hidup George. Sebagai laki-laki dengan masa usia yang lama dikenal
sebagai perempuan dan dengan kondisi fisik yang tidak berkembang normal, akan
sulit bagi George untuk mendapatkan pasangan dibandingkan dengan Lori. Di sisi
lain, Lori yang introvert akan memerlukan waktu yang lebih lama untuk
beradaptasi, ditambah lagi dengan kondisi pertumbuhan fisiknya yang normal,
yang dengan setia berdiri menunduk mendampingi saudaranya yang duduk di kursi.
Hal ini setidaknya menimbulkan rasa tidak nyaman saat pertama kali dilihat oleh
orang-orang baru.
Walaupun keduanya merasa mampu dan telah
hidup normal dengan bahagia, tidak bisa dipungkiri bahwa akan sulit
membayangkan bagaimana keduanya mampu mendapatkan pasangan untuk menikah dan
memiliki keluarga. Namun selama kondisi kepribadian dan motivasi keduanya masih
stabil serta kemauan untuk bertahan hidup masih terus tertanam kuat, maka tidak ada kata tidak mungkin J
0 komentar:
Posting Komentar